Jika Suami-Istri Ingin Memotret Ketika Berjima?
Belakangan ini, ada beberapa kasus menyebarnya foto atau video artis-artis atau tokoh masyarakat ketika berselingkuh/berzina, mereka bermaksud mengabadikannya sebagai kolokesi pribadi dan tambahan sensasi dan tentu ini menjadi masalah besar bagi mereka. Nah, bagaimana jika sepasang suami istri ingin mengabadikan
Lajnah Daimah [MUI Saudi Arabia] ditanya mengenai hal ini
س: ما حكم تصوير ما يحصل بين الزوجين من المعاشرة الزوجية: الجماع وتوابعه؟ مع العلم أنه قد صدرت فتاوى من بعض المحسوبين على العلم في بعض البلدان بجوازه، مع اشتراطهم المحافظة على الشريط حتى لا يتسرب لأحد
Pertanyaan
Apa hukum memotret hubungan intim suami istri berupa jima’ dan “pemanasannya”? dan diketahui adanya fatwa dari sebagian orang -yang menisbatkan dirinya dengan ilmu- di sebagian negara yang membolehkannya dengan syarat menjaga/meyimpannya pada kaset/file sehingga “bocor” ke orang lain.
ج: تصوير ما يحصل من الزوجين عند المعاشرة الزوجية محرم شديد التحريم؛ لعموم أدلة تحريم التصوير، ولما يفضي إليه تصوير المعاشرة الزوجية خصوصا من المفاسد والشرور التي لا تخفى، مما لا يقره شرع ولا عقل ولا خلق، فالواجب الابتعاد عن ذلك، والحرص على صيانة العرض والعورات، فإن ذلك من الإيمان واستقامة الفطرة، ومما يحبه الله سبحانه. وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسل
Jawab:
Memotret hubungan intim suami istri adalah haram yang sangat diharamkan, karena keumuman dalil haramnya membuat gambar/memotret[1], karena memotret hubungan intim suami istri bisa mengantarkan kepada kerusakan dan keburukan yang nyata dan tidak diakui kebolehannya oleh syariat, akal dan makhluk. Maka wajib menjauhi hal ini dan bersemangat dalam menjaga kehormatan dan aurat karena hal tersebut merupakan bagian dari keimanan dan kelurusan fitrah dan termasuk yang dicintai oleh Allah Subhanahu. Wabillahi taufiq, wasallallhu ala nabiyya muhammad wa alihi wa shahbihi wa sallam. [Fatwa lajnah Daimah no. 22659, Asy-Syamilah]
jika ada yang beralasan dengan fatwa ulama yang membolehkan memotret/ mengambil gambar dengan kamera. Maka lajnah daimah juga mengemukakan alasan wajibnya menjaga aurat dan kehormatan. Dan ini juga termasuk “saddu dzara’i” yaitu usaha mencegah terjadinya suatu keburukan sebelum terjadinya. Karena walaupun gambar tersebut disimpan dan dijaga untuk koleksi pribadi bisa jadi terjatuh ke tangan orang lain dan dilihat oleh orang lain.
Sebagaimana penjelasan mengenai pengertian saddu dzara’i,
إبطال الأعمال التي تؤدي إلى مفسدة، كل عمل يئول إلى مفسدة فإنه يكون باطلاً، والعمل قد يكون في أصله مباحًا، لكن لَمَّا ننظر إلى ما يئول إليه نجد أنه يئول إلى مفاسد عظيمة، فلهذا الشرع ينظر إلى هذا ويراعيه
“tidak bolehnya melakukan perbuatan yag bisa mengantarkan kepada suatu mafsadah, setiap amal yang mengantarkan kepada suatu mafsadah adalah batil dan bisa jadi perbuatan tersebut hukum asalnya mubah. Akan tetapi ketika kita melihat ia bisa mengantarkan kepada suatu mafsadah maka kita dapatkan bahwa perbuatan tersebut bisa membawa kepada kerusakan yang besar. Oleh karena itu syariat menimbang dan memperhatikan hal ini.” [Qowaid fiqhiyah hal 15, DR. ‘iyadh bin Nami, syamilah]
Disempurnakan di Lombok, Pulau seribu Masjid
15 Rabiul Akhir 1433 H Bertepatan 9 Maret 2012
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com
[1] Ada sebagian ulama yang menyamakan membuat gambar seperti melukis dengan memotret sebagaimana fatwa lajnah, ada juga yang membolehkan seperti syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu
Artikel asli: https://muslimafiyah.com/jika-suami-istri-ingin-memotret-ketika-berjima.html